Thursday, October 27, 2011

Manifesto Pemuda Yang Dibungkus Rekayasa

Gue baru bisa ngerti alasan kenapa Soe Hok-Gie dulu tahun 1959 dalam sebuah tulisannya pernah bilang "Yamin telah memalsukan (atau masih dalam zaman romantik) sejarah Indonesia". Jawabannya gue temuin secara ga sengaja barusan di program Mata Najwa, edisi Manifesto Pemuda, yang membahas tentang sumpah pemuda dan pembelokan sejarah yang menyertainya.


Buat kita, atau paling ga buat gue pribadi, selama ini menganggap bahwa Sumpah Pemuda adalah peristiwa maha penting yang akan menjadi cikal bakal negara ini. Tapi tahukan kalian sampai tahun 1970 peristiwa ini tidak dianggap, bahkan tidak pernah masuk dalam kurikulum pendidikan kita?

Ichwan Azhar, seorang ahli yang jadi narasumber tadi bilang bahwa peristiwa ini tidak penting dalam sejarah kemerdekaan kita. Alasannya begini :
  1. Tidak ada semacam upacara ataupun sumpah yang diikrarkan dalam pertemuan tersebut. Pertemuan ini adalah kerapatan pemuda biasa yang tidak dapat dikatakan mewakili Indonesia keseluruhan. Bahkan sebagaian besar dari mereka menggunakan bahasa Belanda dalam percakapan sehari-hari, dan jarang berbahasa Indonesia.
  2. Ketiga poin rumusan naskah Sumpah Pemuda yang dicita-citakan itu sudah ada. Jauh sebelum tahun 1928. Sebagai bangsa kita sudah ada sejak jaman Nusantara. Mubazir kan bila mencita-citakan yang sudah ada? nah, justru satu-satunya hal yang belum ada saat itu adalah Negara! Tapi coba liat, ga ada kan hasil konggres pemuda yang menyatakan bernegara satu, Negara Indonesia? Padahal itulah cita-cita kita waktu itu, kemerdekaan! (yang kelak akan kita proklamirkan tanggal 17 Agustus 1945)
Kalimat "Sumpah Pemuda" mulai digunakan Yamin pada tahun 1950, ketika dia menjabat sebagai menteri pada pemerintahan Soekarno. Yamin menggunakan kata Sumpah untuk lebih mensakralkannya dan kemudian mengambil keuntungan atas hal tersebut sebagai politik jangka pendek dan pengagungan diri yang menunjukkkan eksistensi dirinya dalam sebuah pertemuan tahun 1928 (waktu itu dia jadi bendahara). Mungkin ini yang melandasi Soe Hok-Gie menulisa bahwa Yamin telah "memalsukan" sejarah Indonesia. Tulisan lengkapnya pada Kamis 10 Desember 1959 bisa dibaca di sini.

Dengan nulis ini, gue tidak sedang menafikkan pentingnya persatuan buat kita, sama sekali bukan. Justru menurut pendapat gue pribadi, apalagi akhir-akhir ini ketika bangsa Indonesia diterpa isu disentegrasi, peristiwa ini malah menjadi lebih terasa "penting", bagaimana "Sumpah Pemuda" itu dimistifikasi, dimitologisasi sedemikian rupa untuk memberikan rasa persatuan, meskipun itu hanya rekayasa.

No comments:

Post a Comment